HI

Hi teman-teman terimaksih da masuk blog saya

Datang

Selamat datang di blognya orang pendiam

About Me

Sunday, June 22, 2008

HEDDA GABLER

Karya: Henrik Ibsen

1. “Hedda Gabler”

”Hedda Gabler” karya terakhir ini ditulis di Munich pada tahun 1890 merupakan Ibsen yang diterbitkan ketika ia tinggal di luar negeri. Tidak diketahui pasti kapan pertama kali Ibsen memiliki ide yang menghasilkan ”Hedda Gabler”. Pada musim panas 1889, Ibsen berada di Gossensass – yang merupakan tempat tinggal terakhirnya di desa kecil Alpine di Tyrol. Disinilah ia berkenalan dengan Emilie Bardach dari Vienna yang berusia 18 tahun. Hubungan ini berkembang dan Ibsen jatuh cinta pada Emilie diluar perbedaan usia yang sangat jauh. Setelah Emilie Bardach kembali ke Vienna dan Ibsen kembali ke Munich, mereka saling berkirim surat. Dalam salah satu suratnya tertanggal 7 Oktober 1889, Ibsen menulis:

“Suatu karya baru berada dalam benak saya. Saya akan menyelesaikannya pada musim dingin tahun ini dan akan mencoba membawa suasana gembira musim panas dalam cerita tersebut. Tapi cerita ini akan berakhir dengan kesedihan. Saya dapat merasakannya. Inilah saya.”

Tidak jelas apakah Ibsen merujuk pada ”Hedda Gabler” pada surat tersebut, atau pada cerita lain yang tidak pernah diselesaikan. Dalam surat lainnya ke Emilie Bardach, tertanggal 19 November 1889, ia menulis:

“Saat ini saya sangat sibuk menulis cerita baru. Hampir sepanjang hari saya duduk di meja saya dan hanya keluar sebentar pada malam hari. Saya bermimpi dan berpikir tentang kenangan yang saya miliki dan kemudian melanjutkan menulis.”

Namun, dalam surat ini juga tidak ada petunjuk jelas bahwa ”Hedda Gabler” sedang dalam proses penulisan.

Sejumlah besar bahan-bahan tentang ”Hedda Gabler” – catatan, sketsa rencana, rancangan – telah disimpan namun kebanyakan tanpa tanggal. Draf pertama berjudul “Hedda”. Babak pertama ditulis tanpa tanggal, tapi babak kedua mulai ditulis pada 13 Agustus 1890. Ibsen sempat mengabaikan rancangan tersebut dan pada 6 September mulai menulis kerangka baru untuk babak kedua. Rencana tulisan tersebut diberi tanggal sebagai berikut:

Babal II dimulai 6 September dan tanggal selesai 15 September, dan beliau menyelesaikan babak IV tanggal 7 oktober pada tanggal 22 Oktober menyelesaikan salinan bersih. Hari berikutnya, Ibsen mulai menulis salinan bersih babak kedua, dan pada 11 November untuk babak keempat. Menurut surat yang dikirim Ibsen ke August Larsen di Gyldendal di Copenhagen, salinan bersih cerita tersebut diselesaikan pada 16 November 1890.

Dalam proses mendekati diselesaikannya penulisan cerita, Ibsen mengganti judulnya dari "Hedda" menjadi "Hedda Gabler". Dalam surat tertanggal 4 Desember 1890 ke Moritz Prozor, yang menterjemahkan cerita tersebut ke dalam Bahasa Perancis, Ibsen menjelaskan mengapa ia memilih nama "Gabler" dan bukan "Tesman":

Pada 16 Desember ”Hedda Gabler” diterbitkan oleh Gyldendalske Boghandels Forlag (F. Hegel & Søn) di Copenhagen dan Christiania 1890, sebanyak 10.000 eksemplar.

Reaksi masyarakat setempat terhadap buku tersebut hampir seluruhnya negatif. Para kritikus sastra pada waktu itu tidak menemukan apa pun kecuali karakter seorang wanita yang penuh “teka-teki” dan “tidak dapat dipahami”. Tidak ada perhatian terhadap agama, atau simbolisme yang jelas. Para kritikus sastra saling berlomba menilai karakter utama. Dalam surat kabar Morgenbladet, Alfred Sinding-Larsen menulis:

“Secara keseluruhan, Hedda Gabber dapat dianggap sebagai makhluk ciptaan yang lain dari pada yang lain atau bisa disebut makhluk “sial”, ,kenapa Hedda Gabber disebut makhluk “sial” karena tidak adanya kesesuaian dengan dunia yang nyata.”

Pada 11 Desember 1890, penerbit Inggris, William Heinemann menerbitkan cerita tersebut di London – dalam bahasa asli – hanya sebanyak 12 eksemplar. Ia melakukan hal yang sama dengan karya-karya Ibsen berikutnya.

Alasannya adalah karena Heinemann mencium kepopularitasan Henrik Ibsen yang mulai ramao do perbimbancangkan orang-orang di England. Ibsen menuai sukses di England, kurang lebih hampir dua dekade setelah perkenalannya dengan kritikus literatur, Edmund Gosse. William Heinemann tertarik untuk memiliki hak cipta penerbitan ”Hedda Gabler” di England. Ia menawarkan uang sebesar £150 kepada Ibsen untuk memperoleh hak cipta dan penawaran tersebut diterima.

2. Pementasan Pertama

Pertama kali dipentaskan ”Hedda Gabler” pada 31 Januari 1891, Munich di Residenztheater. Penonton memberikan reaksi beragam, baik dengan tepuk tangan dan teriakan mencemooh. Walaupun yang bertepuk tangan lebih banyak, namun sepertinya lebih karena kehadiran Ibsen dibandingkan pertunjukkan itu sendiri.

Dalam waktu singkat, cerita ini dipentaskan di beberapa teater:

- Suomalainen Teaatteri (Teater Finlandia) di Helsinki (4 Februari)

- Svenska Teatern di Helsinki (6 Februari)

- Lessing-Theater di Berlin (10 Februari)

- Svenska Teatern di Stockholm (19 Februari)

- Teater Det Kongelige (Royal) di Copenhagen (25 Februari)

- Teater Christiania di Christiania (26 Februari)

- Kelompok teater August Lindberg di Gothenburg (30 Maret)

- Teater Vaudeville di London (20 April)

3. Para Tokoh:

· Jörgen Tesman

· Hedda Gabler, istri Tesman

· Juliane Tesman, bibi Tesman

· Elvsted

· Brack, Hakim

· Ejlert Lövborg

· Berte, Pembantu Tesman

4. Rkarakter dan ringakasan cerita dalam Hedda Gabler

Jörgen Tesman, pemilik Universitas Fellowship di bidang sejarah budaya
Hedda Tesman, istri
Juliane Tesman, bibi
Elvsted
Brack, hakim
Ejlert Lövborg
Berte, pembantu Tesmans

Sumber: The Oxford Ibsen, Volume VII, Oxford University Press 1966

Ringkasan cerita

Hedda Tesman adalah anak perempuan Jendral Gabler, yang meninggal tanpa meninggalkan warisan apa pun. Usianya mendekati 30 tahun, dan setelah beberapa tahun aktif dalam kehidupan sosial, Hedda akhirnya menikah dengan Jørgen Tesman, yang pernah mengenyam pendidikan sejarah seni. Jørgen dibesarkan oleh kedua orang bibinya, Julle dan Rina, dan saat ini berharap menjadi ketua di Universitas. Jørgen telah menghabiskan waktunya belajar dan bekerja tentang buku-buku, sementara Hedda, mengaku kepada temannya Judge Brack, bahwa ia merasa bosan saat bulan madu.

Walaupun rasa cinta Hedda terhadap suaminya mulai hilang, namun Hedda hamil, fakta yang berusaha disembunyikan dari lingkungan sekitarnya. Jørgen mendapat berita bahwa ia harus bersaing dengan Eilert Løvborg untuk mendapatkan posisi yang diinginkannya. Eilert Løvborg dahulu merupakan salah satu pengagum Hedda. Eilert dikenal sebagai gaya hidup bebasnya, berbakat tapi senang mabuk. Namun dalam beberapa tahun terakhir hidup sederhana, dan menulis dua tesis yang diilhami oleh dan bekerja sama dengan Thea Elvsted.

Pada awal pertunjukkan, Løvborg tiba di kota, dengan membawa salah satu naskahnya. Thea, yang jatuh cinta dengannya telah meninggalkan suaminya dan mengikuti Løvborg. Hanya dalam waktu kurang dari dua hari, Hedda menyebkan kejadian dramatis. Ia mengajak Løvborg ke “pesta khusus kaum pria” di Judge Brack, dimana Løvborg mabuk dan menghilangkan salah satu naskah buku barunya.

Naskah tersebut ditemukan Jørgen Tesman yang kemudian memberikannya kepada Hedda, tapi Hedda tidak memberitahukan hal ini kepada Løvborg. Hedda malah membakarnya dan memberikan salah satu koleksi pistol ayahnya kepada Løvborg dan menyuruh Løvborg untuk bunuh diri. Løvborg ternyata secara tidak sengaja tertembak di sebuah rumah pelacuran, dan Brack yang mengetahui asal pistol tersebut memeras Hedda agar menjadi simpanannya. Thea dan Tesman menjadi dekat ketika keduanya bekerja sama menyusun ulang naskah Løvborg berdasarkan catatan yang disimpan Thea. Ketika Hedda menyadari ia berada di bawah kekuasaan Brack dan tidak memiliki alasan untuk hidup, ia menembak dirinya dengan pistol kedua sang Jendral.

5. Kritik Interpretasi

Henrik Ibsen dibesarkan di keluarga kaya raya di sebuah rumah yang disebut Stockmanngarden. Ayahnya, Knud Ibsen, seorang pembisnis yang memiliki perusahaan pelayaran besar. Celakanya, pada Ibsen baru berusia 7 tahun, perusahaan ayahnya bangkrut dan kehidupan keluarga Ibsen berubah menjadi sangat miskin. Perubahan hidup dan lingkungan pergaulan—termasuk kemunafikan kawan-kawan keluarga yang menjauh setelah itu— menjadi inspirasi karya Ibsen.

Pengaruh Ibsen amat terasa pada sejumlah seniman lokal, termasuk Edvard Munch, pelukis kenamaan Norwegia. Bahkan, dalam banyak esai mengenai Freud dan teori psikoanalisis, Bapak Psikoanalisis itu disebut-sebut sengaja mempelajari bahasa Norwegia hanya agar dapat mempelajari cara berpikir Ibsen! Pengaruh Ibsen juga dapat dirasakan pada banyak karya George Bernard Shaw—yang sarat muatan satir dan kepahitan —dan James Joyce. Pada publikasi pertamanya yang dimuat pada 1 April 1900 di Fortnightly Review, Joyce mencuplik kalimat Ibsen: “Seorang perempuan tidak bisa menjadi dirinya sendiri di tengah masyarakat seperti saat ini. Masyarakat yang tumbuh secara eksklusif menjadi sangat maskulin, dengan hukum yang dipatri oleh pria dan sistem peradilan —yang sangat lembut—yang diatur lewat sudut pandang maskulin.”

Di lampumg halamnnya, Ibsen dikenal sebagai satu dari empat serangkai sastrawan bersama Alexander Kielland, Jonas Lie, dan Bjornstjerne Bjornson. Pertemanannya dengan Bjornson bahkan berlanjut dengan bantuan finansial di masa awal karir Ibsen. Anak mereka pun akhirnya berjodoh. Sayang, belakangan pertemanan mereka retak setelah Ibsen menyindir karakter besannya itu lewat sebuah naskah dramanya.

Sastrawan kelahiran kota pelabuhan Skien, Norwegia, 20 Maret 1828 ini semasa memproduksi tidak kurang dari 26 naskah drama. Sebagian besar adalah naskah kontemporer yang bertema kehidupan manusia. Sebelum drama kontemporer menyajikan tema sisi kelam kehidupan manusia.

Masalah yang diungkapkan Ibsen dalam dramanya masih relevan hingga saat ini,” kata Frode Helland, direktur Ibsen Center, Oslo.

Di antara puluhan karyanya itu, A Doll’s House, Peer Gynt, The Wild Duck dan Hedda Gabler termasuk yang paling terkenal.

Dalam Helda Gabler, Ibsen menggambarkan kekuasaan absolut yang mampu membeli fisik seseorang namun gagal membeli perasaan cinta. Sang tokoh, Helda Gabler menggambarkan derita batinnya karena paksaan cinta seorang hakim yang ingin memperistrinya dengan cara membela nasibnya.

“Dalam kekuasaanmu, semuanya sama! Semua tunduk pada kehendak dan keinginanmu. Tiada lagi kebebasan! Kau pikir kau bisa membeli cintaku hanya karena memiliki fisikku!”

Kisah Helda Gabler juga berakhir dengan bunuh diri. Ada tulisan yang menyebut cerita bunuh diri sebagai gambaran jiwa Ibsen yang kesepian dan didera depresi. Ia dikabarkan pernah mencoba bunuh diri berkali-kali.

6. Analisis Teks

Drama ini sebenarnya menceritakan seorang wanita dari golongan aristokrat bernama Hedda Gabbler yang juga mengalami ketakutan tersendiri jika dianggap sebagai perawan tua oleh masyarakatnya, karena ketakutannya akhirnya dia memutuskan menikah dengan dengan Tesman seorang lelaki yang cukup berumur dan bukan dari golongan aristokrat. Namun dengan pernikahan tersebut juga tidak menjadikan Hedda hidup bahagia karena mereka berdua berasal dari golongan berbeda sehingga sering memunculkan perbedaan yang akhirnya membuat Hedda tertekan dan mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis.

Sekilas dari cerita Hedda Gabbler tersebut dapat ditarik sebuah gambaran bahwa adanya anggapan feodal masyarakat tersebut dapat menimbulkan tekanan-tekanan tersendiri terhadap wanita tersebut yang akhirnya dapat menimbulkan goncangan terhadap diri wanita tersebut. Seharusnya masyarakat memberikan dukungan moral terhadap wanita tersebut bukannya malahan menjudge hal tersebut sebagai aib dan menganggap wanita tersebut hina. Pada dasarnya tak ada seorangpun yang mau mengalami hal tersebut,oleh sebab itu marilah kita tinggalkan budaya feodal yang sungguh tidak manusiawi tersebut.

Dalam Helda Gabler, Ibsen menggambarkan kekuasaan absolut yang mampu membeli fisik seseorang namun gagal membeli perasaan cinta. Sang tokoh, Helda Gabler menggambarkan derita batinnya karena paksaan cinta seorang hakim yang ingin memperistrinya dengan cara membela nasibnya.

“Dalam kekuasaanmu, semuanya sama! Semua tunduk pada kehendak dan keinginanmu. Tiada lagi kebebasan! Kau pikir kau bisa membeli cintaku hanya karena memiliki fisikku!”

Kisah Helda Gabler juga berakhir dengan bunuh diri. Ada tulisan yang menyebut cerita bunuh diri sebagai gambaran jiwa Ibsen yang kesepian dan didera depresi. Ia dikabarkan pernah mencoba bunuh diri berkali-kali.

Ringkasan

Hedda Gabler

”Hedda Gabler” merupakan karya terakhir Ibsen yang diterbitkan ketika ia tinggal di luar negeri. Karya ini ditulis di Munich pada tahun 1890.

Tidak diketahui pasti kapan pertama kali Ibsen memiliki ide yang menghasilkan ”Hedda Gabler”. Pada musim panas 1889, Ibsen berada di Gossensass – yang merupakan tempat tinggal terakhirnya di desa kecil Alpine di Tyrol. Disinilah ia berkenalan dengan Emilie Bardach dari Vienna yang berusia 18 tahun. Hubungan ini berkembang dan Ibsen jatuh cinta pada Emilie diluar perbedaan usia yang sangat jauh. Setelah Emilie Bardach kembali ke Vienna dan Ibsen kembali ke Munich, mereka saling berkirim surat. Dalam salah satu suratnya tertanggal 7 Oktober 1889, Ibsen menulis:

“Suatu karya baru berada dalam benak saya. Saya akan menyelesaikannya pada musim dingin tahun ini dan akan mencoba membawa suasana gembira musim panas dalam cerita tersebut. Tapi cerita ini akan berakhir dengan kesedihan. Saya dapat merasakannya. Inilah saya.”

Tidak jelas apakah Ibsen merujuk pada ”Hedda Gabler” pada surat tersebut, atau pada cerita lain yang tidak pernah diselesaikan. Dalam surat lainnya ke Emilie Bardach, tertanggal 19 November 1889, ia menulis:

“Saat ini saya sangat sibuk menulis cerita baru. Hampir sepanjang hari saya duduk di meja saya dan hanya keluar sebentar pada malam hari. Saya bermimpi dan berpikir tentang kenangan yang saya miliki dan kemudian melanjutkan menulis.”

Namun, dalam surat ini juga tidak ada petunjuk jelas bahwa ”Hedda Gabler” sedang dalam proses penulisan.

Sejumlah besar bahan-bahan tentang ”Hedda Gabler” – catatan, sketsa rencana, rancangan – telah disimpan namun kebanyakan tanpa tanggal. Draf pertama berjudul “Hedda”. Babak pertama ditulis tanpa tanggal, tapi babak kedua mulai ditulis pada 13 Agustus 1890. Ibsen sempat mengabaikan rancangan tersebut dan pada 6 September mulai menulis kerangka baru untuk babak kedua. Rencana tulisan tersebut diberi tanggal sebagai berikut:

Tanggal mulai

Tanggal selesai

Babak 2

6 September

15 September

Babak 3

16 September

28 September

Babak 4

30 September

7 Oktober

Tanggal lain dalam naskah tersebut menunjukkan bahwa Ibsen menyelesaikan salinan bersih pada tanggal 22 Oktober. Hari berikutnya, Ibsen mulai menulis salinan bersih babak kedua, dan pada 11 November untuk babak keempat. Menurut surat yang dikirim Ibsen ke August Larsen di Gyldendal di Copenhagen, salinan bersih cerita tersebut diselesaikan pada 16 November 1890.

Dalam proses mendekati diselesaikannya penulisan cerita, Ibsen mengganti judulnya dari "Hedda" menjadi "Hedda Gabler". Dalam surat tertanggal 4 Desember 1890 ke Moritz Prozor, yang menterjemahkan cerita tersebut ke dalam Bahasa Perancis, Ibsen menjelaskan mengapa ia memilih nama "Gabler" dan bukan "Tesman":

“Dengan cara ini saya ingin menjelaskan bahwa sebagai seorang pribadi, ia lebih dihargai sebagai anak perempuan ayahnya dibandingkan sebagai istri suaminya.”

Lebih lanjut, Ibsen menuliskan dalam surat tersebut:

“Dalam cerita ini saya belum benar-benar berusaha untuk berurusan dengan apa yang dikatakan masalah. Tujuan utama saya adalah menjelaskan manusia, situasi hati manusia dan nasib manusia berdasarkan kondisi tertentu dan pandangan yang ada dalam masyarakat.”

Edisis pertama

Edisi Gyldendalske

”Hedda Gabler” diterbitkan oleh Gyldendalske Boghandels Forlag (F. Hegel & Søn) di Copenhagen dan Christiania pada 16 Desember 1890, sebanyak 10.000 eksemplar.

Reaksi terhadap buku tersebut hampir seluruhnya negatif. Para kritikus tidak menemukan apa pun kecuali karakter seorang wanita yang penuh “teka-teki” dan “tidak dapat dipahami”. Tidak ada saran tentang reformasi sosial, perhatian terhadap agama, atau simbolisme yang jelas. Para kritikus saling berlomba menilai karakter utama. Dalam surat kabar Morgenbladet, Alfred Sinding-Larsen menulis:

“Secara keseluruhan, Hedda Gabber dapat dianggap sebagai makhluk ciptaan yang sial, monster ciptaan penulis dalam bentuk wanita, tanpa adanya kesesuaian dengan dunia yang nyata.”

Edisi Heinemann

Gyldendal bukan merupakan yang pertama menerbitkan ”Hedda Gabler”. Pada 11 Desember 1890, penerbit Inggris, William Heinemann menerbitkan cerita tersebut di London – dalam bahasa asli – hanya sebanyak 12 eksemplar. Ia melakukan hal yang sama dengan karya-karya Ibsen berikutnya.

Alasannya adalah karena Heinemann mencium kemasyuran Ibsen yang mulai menanjak di England. Ibsen menuai sukses di England, hampir dua dekade setelah perkenalannya dengan kritikus literatur, Edmund Gosse. Pementasan “A Doll’s House” (Rumah Boneka) di Teater Novelty di Kingsway menandai terobosannya dalam dunia teater. Pementasan ini disutradari oleh seorang Irlandia, Charles Charrington, dan Janet Achurch memerankan Nora. Pementasan pertama digelar pada 7 Juni 1889, dan merupakan hal yang sangat penting untuk memulai reputasi Ibsen di England. Sementara itu, William Archer mengerjakan edisi Bahasa Inggris dari cerita lengkap Ibsen. Volume pertama diterbitkan pada November 1890.

Heinemann tertarik untuk memiliki hak cipta penerbitan ”Hedda Gabler” di England. Ia menawarkan uang sebesar £150 kepada Ibsen untuk memperoleh hak cipta dan penawaran tersebut diterima. Untuk mulai menggunakan hak ciptanya, Heinemann pertama kali menerbitkan cerita tersebut dalam bahasa aslinya dan kemudian pada 20 Januari 1891 dalam terjemahan Bahasa Inggris oleh Edmund Gosse.

Pementasan pertama

”Hedda Gabler” pertama kali dipentaskan di Residenztheater, Munich pada 31 Januari 1891. Ibsen hadir pada malam tersebut, dan dikatakan tidak merasa puas dengan akting Clare Heese, aktris yang memerankan Hedda. Menurutnya, akting Clare terlalu deklamatis. Para kritikus juga mempertahankan penilaian mereka. Sementara penonton sendiri memberikan reaksi beragam, baik dengan tepuk tangan dan teriakan mencemooh. Walaupun yang bertepuk tangan lebih banyak, namun sepertinya lebih karena kehadiran Ibsen dibandingkan pertunjukkan itu sendiri.

Dalam waktu singkat, cerita ini dipentaskan di beberapa teater:
- Suomalainen Teaatteri (Teater Finlandia) di Helsinki (4 Februari)
- Svenska Teatern di Helsinki (6 Februari)
- Lessing-Theater di Berlin (10 Februari)
- Svenska Teatern di Stockholm (19 Februari)
- Teater Det Kongelige (Royal) di Copenhagen (25 Februari)
- Teater Christiania di Christiania (26 Februari)
- Kelompok teater August Lindberg di Gothenburg (30 Maret)
- Teater Vaudeville di London (20 April)

HEDDA GABLER

Karya: Henrik Ibsen

1. “Hedda Gabler”

”Hedda Gabler” karya terakhir ini ditulis di Munich pada tahun 1890 merupakan Ibsen yang diterbitkan ketika ia tinggal di luar negeri. Tidak diketahui pasti kapan pertama kali Ibsen memiliki ide yang menghasilkan ”Hedda Gabler”. Pada musim panas 1889, Ibsen berada di Gossensass – yang merupakan tempat tinggal terakhirnya di desa kecil Alpine di Tyrol. Disinilah ia berkenalan dengan Emilie Bardach dari Vienna yang berusia 18 tahun. Hubungan ini berkembang dan Ibsen jatuh cinta pada Emilie diluar perbedaan usia yang sangat jauh. Setelah Emilie Bardach kembali ke Vienna dan Ibsen kembali ke Munich, mereka saling berkirim surat. Dalam salah satu suratnya tertanggal 7 Oktober 1889, Ibsen menulis:

“Suatu karya baru berada dalam benak saya. Saya akan menyelesaikannya pada musim dingin tahun ini dan akan mencoba membawa suasana gembira musim panas dalam cerita tersebut. Tapi cerita ini akan berakhir dengan kesedihan. Saya dapat merasakannya. Inilah saya.”

Tidak jelas apakah Ibsen merujuk pada ”Hedda Gabler” pada surat tersebut, atau pada cerita lain yang tidak pernah diselesaikan. Dalam surat lainnya ke Emilie Bardach, tertanggal 19 November 1889, ia menulis:

“Saat ini saya sangat sibuk menulis cerita baru. Hampir sepanjang hari saya duduk di meja saya dan hanya keluar sebentar pada malam hari. Saya bermimpi dan berpikir tentang kenangan yang saya miliki dan kemudian melanjutkan menulis.”

Namun, dalam surat ini juga tidak ada petunjuk jelas bahwa ”Hedda Gabler” sedang dalam proses penulisan.

Sejumlah besar bahan-bahan tentang ”Hedda Gabler” – catatan, sketsa rencana, rancangan – telah disimpan namun kebanyakan tanpa tanggal. Draf pertama berjudul “Hedda”. Babak pertama ditulis tanpa tanggal, tapi babak kedua mulai ditulis pada 13 Agustus 1890. Ibsen sempat mengabaikan rancangan tersebut dan pada 6 September mulai menulis kerangka baru untuk babak kedua. Rencana tulisan tersebut diberi tanggal sebagai berikut:

Babal II dimulai 6 September dan tanggal selesai 15 September, dan beliau menyelesaikan babak IV tanggal 7 oktober pada tanggal 22 Oktober menyelesaikan salinan bersih. Hari berikutnya, Ibsen mulai menulis salinan bersih babak kedua, dan pada 11 November untuk babak keempat. Menurut surat yang dikirim Ibsen ke August Larsen di Gyldendal di Copenhagen, salinan bersih cerita tersebut diselesaikan pada 16 November 1890.

Dalam proses mendekati diselesaikannya penulisan cerita, Ibsen mengganti judulnya dari "Hedda" menjadi "Hedda Gabler". Dalam surat tertanggal 4 Desember 1890 ke Moritz Prozor, yang menterjemahkan cerita tersebut ke dalam Bahasa Perancis, Ibsen menjelaskan mengapa ia memilih nama "Gabler" dan bukan "Tesman":

Pada 16 Desember ”Hedda Gabler” diterbitkan oleh Gyldendalske Boghandels Forlag (F. Hegel & Søn) di Copenhagen dan Christiania 1890, sebanyak 10.000 eksemplar.

Reaksi masyarakat setempat terhadap buku tersebut hampir seluruhnya negatif. Para kritikus sastra pada waktu itu tidak menemukan apa pun kecuali karakter seorang wanita yang penuh “teka-teki” dan “tidak dapat dipahami”. Tidak ada perhatian terhadap agama, atau simbolisme yang jelas. Para kritikus sastra saling berlomba menilai karakter utama. Dalam surat kabar Morgenbladet, Alfred Sinding-Larsen menulis:

“Secara keseluruhan, Hedda Gabber dapat dianggap sebagai makhluk ciptaan yang lain dari pada yang lain atau bisa disebut makhluk “sial”, ,kenapa Hedda Gabber disebut makhluk “sial” karena tidak adanya kesesuaian dengan dunia yang nyata.”

Pada 11 Desember 1890, penerbit Inggris, William Heinemann menerbitkan cerita tersebut di London – dalam bahasa asli – hanya sebanyak 12 eksemplar. Ia melakukan hal yang sama dengan karya-karya Ibsen berikutnya.

Alasannya adalah karena Heinemann mencium kepopularitasan Henrik Ibsen yang mulai ramao do perbimbancangkan orang-orang di England. Ibsen menuai sukses di England, kurang lebih hampir dua dekade setelah perkenalannya dengan kritikus literatur, Edmund Gosse. William Heinemann tertarik untuk memiliki hak cipta penerbitan ”Hedda Gabler” di England. Ia menawarkan uang sebesar £150 kepada Ibsen untuk memperoleh hak cipta dan penawaran tersebut diterima.

2. Pementasan Pertama

Pertama kali dipentaskan ”Hedda Gabler” pada 31 Januari 1891, Munich di Residenztheater. Penonton memberikan reaksi beragam, baik dengan tepuk tangan dan teriakan mencemooh. Walaupun yang bertepuk tangan lebih banyak, namun sepertinya lebih karena kehadiran Ibsen dibandingkan pertunjukkan itu sendiri.

Dalam waktu singkat, cerita ini dipentaskan di beberapa teater:

- Suomalainen Teaatteri (Teater Finlandia) di Helsinki (4 Februari)

- Svenska Teatern di Helsinki (6 Februari)

- Lessing-Theater di Berlin (10 Februari)

- Svenska Teatern di Stockholm (19 Februari)

- Teater Det Kongelige (Royal) di Copenhagen (25 Februari)

- Teater Christiania di Christiania (26 Februari)

- Kelompok teater August Lindberg di Gothenburg (30 Maret)

- Teater Vaudeville di London (20 April)

3. Para Tokoh:

· Jörgen Tesman

· Hedda Gabler, istri Tesman

· Juliane Tesman, bibi Tesman

· Elvsted

· Brack, Hakim

· Ejlert Lövborg

· Berte, Pembantu Tesman

4. Rkarakter dan ringakasan cerita dalam Hedda Gabler

Jörgen Tesman, pemilik Universitas Fellowship di bidang sejarah budaya
Hedda Tesman, istri
Juliane Tesman, bibi
Elvsted
Brack, hakim
Ejlert Lövborg
Berte, pembantu Tesmans

Sumber: The Oxford Ibsen, Volume VII, Oxford University Press 1966

Ringkasan cerita

Hedda Tesman adalah anak perempuan Jendral Gabler, yang meninggal tanpa meninggalkan warisan apa pun. Usianya mendekati 30 tahun, dan setelah beberapa tahun aktif dalam kehidupan sosial, Hedda akhirnya menikah dengan Jørgen Tesman, yang pernah mengenyam pendidikan sejarah seni. Jørgen dibesarkan oleh kedua orang bibinya, Julle dan Rina, dan saat ini berharap menjadi ketua di Universitas. Jørgen telah menghabiskan waktunya belajar dan bekerja tentang buku-buku, sementara Hedda, mengaku kepada temannya Judge Brack, bahwa ia merasa bosan saat bulan madu.

Walaupun rasa cinta Hedda terhadap suaminya mulai hilang, namun Hedda hamil, fakta yang berusaha disembunyikan dari lingkungan sekitarnya. Jørgen mendapat berita bahwa ia harus bersaing dengan Eilert Løvborg untuk mendapatkan posisi yang diinginkannya. Eilert Løvborg dahulu merupakan salah satu pengagum Hedda. Eilert dikenal sebagai gaya hidup bebasnya, berbakat tapi senang mabuk. Namun dalam beberapa tahun terakhir hidup sederhana, dan menulis dua tesis yang diilhami oleh dan bekerja sama dengan Thea Elvsted.

Pada awal pertunjukkan, Løvborg tiba di kota, dengan membawa salah satu naskahnya. Thea, yang jatuh cinta dengannya telah meninggalkan suaminya dan mengikuti Løvborg. Hanya dalam waktu kurang dari dua hari, Hedda menyebkan kejadian dramatis. Ia mengajak Løvborg ke “pesta khusus kaum pria” di Judge Brack, dimana Løvborg mabuk dan menghilangkan salah satu naskah buku barunya.

Naskah tersebut ditemukan Jørgen Tesman yang kemudian memberikannya kepada Hedda, tapi Hedda tidak memberitahukan hal ini kepada Løvborg. Hedda malah membakarnya dan memberikan salah satu koleksi pistol ayahnya kepada Løvborg dan menyuruh Løvborg untuk bunuh diri. Løvborg ternyata secara tidak sengaja tertembak di sebuah rumah pelacuran, dan Brack yang mengetahui asal pistol tersebut memeras Hedda agar menjadi simpanannya. Thea dan Tesman menjadi dekat ketika keduanya bekerja sama menyusun ulang naskah Løvborg berdasarkan catatan yang disimpan Thea. Ketika Hedda menyadari ia berada di bawah kekuasaan Brack dan tidak memiliki alasan untuk hidup, ia menembak dirinya dengan pistol kedua sang Jendral.

5. Kritik Interpretasi

Henrik Ibsen dibesarkan di keluarga kaya raya di sebuah rumah yang disebut Stockmanngarden. Ayahnya, Knud Ibsen, seorang pembisnis yang memiliki perusahaan pelayaran besar. Celakanya, pada Ibsen baru berusia 7 tahun, perusahaan ayahnya bangkrut dan kehidupan keluarga Ibsen berubah menjadi sangat miskin. Perubahan hidup dan lingkungan pergaulan—termasuk kemunafikan kawan-kawan keluarga yang menjauh setelah itu— menjadi inspirasi karya Ibsen.

Pengaruh Ibsen amat terasa pada sejumlah seniman lokal, termasuk Edvard Munch, pelukis kenamaan Norwegia. Bahkan, dalam banyak esai mengenai Freud dan teori psikoanalisis, Bapak Psikoanalisis itu disebut-sebut sengaja mempelajari bahasa Norwegia hanya agar dapat mempelajari cara berpikir Ibsen! Pengaruh Ibsen juga dapat dirasakan pada banyak karya George Bernard Shaw—yang sarat muatan satir dan kepahitan —dan James Joyce. Pada publikasi pertamanya yang dimuat pada 1 April 1900 di Fortnightly Review, Joyce mencuplik kalimat Ibsen: “Seorang perempuan tidak bisa menjadi dirinya sendiri di tengah masyarakat seperti saat ini. Masyarakat yang tumbuh secara eksklusif menjadi sangat maskulin, dengan hukum yang dipatri oleh pria dan sistem peradilan —yang sangat lembut—yang diatur lewat sudut pandang maskulin.”

Di lampumg halamnnya, Ibsen dikenal sebagai satu dari empat serangkai sastrawan bersama Alexander Kielland, Jonas Lie, dan Bjornstjerne Bjornson. Pertemanannya dengan Bjornson bahkan berlanjut dengan bantuan finansial di masa awal karir Ibsen. Anak mereka pun akhirnya berjodoh. Sayang, belakangan pertemanan mereka retak setelah Ibsen menyindir karakter besannya itu lewat sebuah naskah dramanya.

Sastrawan kelahiran kota pelabuhan Skien, Norwegia, 20 Maret 1828 ini semasa memproduksi tidak kurang dari 26 naskah drama. Sebagian besar adalah naskah kontemporer yang bertema kehidupan manusia. Sebelum drama kontemporer menyajikan tema sisi kelam kehidupan manusia.

Masalah yang diungkapkan Ibsen dalam dramanya masih relevan hingga saat ini,” kata Frode Helland, direktur Ibsen Center, Oslo.

Di antara puluhan karyanya itu, A Doll’s House, Peer Gynt, The Wild Duck dan Hedda Gabler termasuk yang paling terkenal.

Dalam Helda Gabler, Ibsen menggambarkan kekuasaan absolut yang mampu membeli fisik seseorang namun gagal membeli perasaan cinta. Sang tokoh, Helda Gabler menggambarkan derita batinnya karena paksaan cinta seorang hakim yang ingin memperistrinya dengan cara membela nasibnya.

“Dalam kekuasaanmu, semuanya sama! Semua tunduk pada kehendak dan keinginanmu. Tiada lagi kebebasan! Kau pikir kau bisa membeli cintaku hanya karena memiliki fisikku!”

Kisah Helda Gabler juga berakhir dengan bunuh diri. Ada tulisan yang menyebut cerita bunuh diri sebagai gambaran jiwa Ibsen yang kesepian dan didera depresi. Ia dikabarkan pernah mencoba bunuh diri berkali-kali.

6. Analisis Teks

Drama ini sebenarnya menceritakan seorang wanita dari golongan aristokrat bernama Hedda Gabbler yang juga mengalami ketakutan tersendiri jika dianggap sebagai perawan tua oleh masyarakatnya, karena ketakutannya akhirnya dia memutuskan menikah dengan dengan Tesman seorang lelaki yang cukup berumur dan bukan dari golongan aristokrat. Namun dengan pernikahan tersebut juga tidak menjadikan Hedda hidup bahagia karena mereka berdua berasal dari golongan berbeda sehingga sering memunculkan perbedaan yang akhirnya membuat Hedda tertekan dan mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis.

Sekilas dari cerita Hedda Gabbler tersebut dapat ditarik sebuah gambaran bahwa adanya anggapan feodal masyarakat tersebut dapat menimbulkan tekanan-tekanan tersendiri terhadap wanita tersebut yang akhirnya dapat menimbulkan goncangan terhadap diri wanita tersebut. Seharusnya masyarakat memberikan dukungan moral terhadap wanita tersebut bukannya malahan menjudge hal tersebut sebagai aib dan menganggap wanita tersebut hina. Pada dasarnya tak ada seorangpun yang mau mengalami hal tersebut,oleh sebab itu marilah kita tinggalkan budaya feodal yang sungguh tidak manusiawi tersebut.

Dalam Helda Gabler, Ibsen menggambarkan kekuasaan absolut yang mampu membeli fisik seseorang namun gagal membeli perasaan cinta. Sang tokoh, Helda Gabler menggambarkan derita batinnya karena paksaan cinta seorang hakim yang ingin memperistrinya dengan cara membela nasibnya.

“Dalam kekuasaanmu, semuanya sama! Semua tunduk pada kehendak dan keinginanmu. Tiada lagi kebebasan! Kau pikir kau bisa membeli cintaku hanya karena memiliki fisikku!”

Kisah Helda Gabler juga berakhir dengan bunuh diri. Ada tulisan yang menyebut cerita bunuh diri sebagai gambaran jiwa Ibsen yang kesepian dan didera depresi. Ia dikabarkan pernah mencoba bunuh diri berkali-kali.

Ringkasan

Hedda Gabler

”Hedda Gabler” merupakan karya terakhir Ibsen yang diterbitkan ketika ia tinggal di luar negeri. Karya ini ditulis di Munich pada tahun 1890.

Tidak diketahui pasti kapan pertama kali Ibsen memiliki ide yang menghasilkan ”Hedda Gabler”. Pada musim panas 1889, Ibsen berada di Gossensass – yang merupakan tempat tinggal terakhirnya di desa kecil Alpine di Tyrol. Disinilah ia berkenalan dengan Emilie Bardach dari Vienna yang berusia 18 tahun. Hubungan ini berkembang dan Ibsen jatuh cinta pada Emilie diluar perbedaan usia yang sangat jauh. Setelah Emilie Bardach kembali ke Vienna dan Ibsen kembali ke Munich, mereka saling berkirim surat. Dalam salah satu suratnya tertanggal 7 Oktober 1889, Ibsen menulis:

“Suatu karya baru berada dalam benak saya. Saya akan menyelesaikannya pada musim dingin tahun ini dan akan mencoba membawa suasana gembira musim panas dalam cerita tersebut. Tapi cerita ini akan berakhir dengan kesedihan. Saya dapat merasakannya. Inilah saya.”

Tidak jelas apakah Ibsen merujuk pada ”Hedda Gabler” pada surat tersebut, atau pada cerita lain yang tidak pernah diselesaikan. Dalam surat lainnya ke Emilie Bardach, tertanggal 19 November 1889, ia menulis:

“Saat ini saya sangat sibuk menulis cerita baru. Hampir sepanjang hari saya duduk di meja saya dan hanya keluar sebentar pada malam hari. Saya bermimpi dan berpikir tentang kenangan yang saya miliki dan kemudian melanjutkan menulis.”

Namun, dalam surat ini juga tidak ada petunjuk jelas bahwa ”Hedda Gabler” sedang dalam proses penulisan.

Sejumlah besar bahan-bahan tentang ”Hedda Gabler” – catatan, sketsa rencana, rancangan – telah disimpan namun kebanyakan tanpa tanggal. Draf pertama berjudul “Hedda”. Babak pertama ditulis tanpa tanggal, tapi babak kedua mulai ditulis pada 13 Agustus 1890. Ibsen sempat mengabaikan rancangan tersebut dan pada 6 September mulai menulis kerangka baru untuk babak kedua. Rencana tulisan tersebut diberi tanggal sebagai berikut:

Tanggal mulai

Tanggal selesai

Babak 2

6 September

15 September

Babak 3

16 September

28 September

Babak 4

30 September

7 Oktober

Tanggal lain dalam naskah tersebut menunjukkan bahwa Ibsen menyelesaikan salinan bersih pada tanggal 22 Oktober. Hari berikutnya, Ibsen mulai menulis salinan bersih babak kedua, dan pada 11 November untuk babak keempat. Menurut surat yang dikirim Ibsen ke August Larsen di Gyldendal di Copenhagen, salinan bersih cerita tersebut diselesaikan pada 16 November 1890.

Dalam proses mendekati diselesaikannya penulisan cerita, Ibsen mengganti judulnya dari "Hedda" menjadi "Hedda Gabler". Dalam surat tertanggal 4 Desember 1890 ke Moritz Prozor, yang menterjemahkan cerita tersebut ke dalam Bahasa Perancis, Ibsen menjelaskan mengapa ia memilih nama "Gabler" dan bukan "Tesman":

“Dengan cara ini saya ingin menjelaskan bahwa sebagai seorang pribadi, ia lebih dihargai sebagai anak perempuan ayahnya dibandingkan sebagai istri suaminya.”

Lebih lanjut, Ibsen menuliskan dalam surat tersebut:

“Dalam cerita ini saya belum benar-benar berusaha untuk berurusan dengan apa yang dikatakan masalah. Tujuan utama saya adalah menjelaskan manusia, situasi hati manusia dan nasib manusia berdasarkan kondisi tertentu dan pandangan yang ada dalam masyarakat.”

Edisis pertama

Edisi Gyldendalske

”Hedda Gabler” diterbitkan oleh Gyldendalske Boghandels Forlag (F. Hegel & Søn) di Copenhagen dan Christiania pada 16 Desember 1890, sebanyak 10.000 eksemplar.

Reaksi terhadap buku tersebut hampir seluruhnya negatif. Para kritikus tidak menemukan apa pun kecuali karakter seorang wanita yang penuh “teka-teki” dan “tidak dapat dipahami”. Tidak ada saran tentang reformasi sosial, perhatian terhadap agama, atau simbolisme yang jelas. Para kritikus saling berlomba menilai karakter utama. Dalam surat kabar Morgenbladet, Alfred Sinding-Larsen menulis:

“Secara keseluruhan, Hedda Gabber dapat dianggap sebagai makhluk ciptaan yang sial, monster ciptaan penulis dalam bentuk wanita, tanpa adanya kesesuaian dengan dunia yang nyata.”

Edisi Heinemann

Gyldendal bukan merupakan yang pertama menerbitkan ”Hedda Gabler”. Pada 11 Desember 1890, penerbit Inggris, William Heinemann menerbitkan cerita tersebut di London – dalam bahasa asli – hanya sebanyak 12 eksemplar. Ia melakukan hal yang sama dengan karya-karya Ibsen berikutnya.

Alasannya adalah karena Heinemann mencium kemasyuran Ibsen yang mulai menanjak di England. Ibsen menuai sukses di England, hampir dua dekade setelah perkenalannya dengan kritikus literatur, Edmund Gosse. Pementasan “A Doll’s House” (Rumah Boneka) di Teater Novelty di Kingsway menandai terobosannya dalam dunia teater. Pementasan ini disutradari oleh seorang Irlandia, Charles Charrington, dan Janet Achurch memerankan Nora. Pementasan pertama digelar pada 7 Juni 1889, dan merupakan hal yang sangat penting untuk memulai reputasi Ibsen di England. Sementara itu, William Archer mengerjakan edisi Bahasa Inggris dari cerita lengkap Ibsen. Volume pertama diterbitkan pada November 1890.

Heinemann tertarik untuk memiliki hak cipta penerbitan ”Hedda Gabler” di England. Ia menawarkan uang sebesar £150 kepada Ibsen untuk memperoleh hak cipta dan penawaran tersebut diterima. Untuk mulai menggunakan hak ciptanya, Heinemann pertama kali menerbitkan cerita tersebut dalam bahasa aslinya dan kemudian pada 20 Januari 1891 dalam terjemahan Bahasa Inggris oleh Edmund Gosse.

Pementasan pertama

”Hedda Gabler” pertama kali dipentaskan di Residenztheater, Munich pada 31 Januari 1891. Ibsen hadir pada malam tersebut, dan dikatakan tidak merasa puas dengan akting Clare Heese, aktris yang memerankan Hedda. Menurutnya, akting Clare terlalu deklamatis. Para kritikus juga mempertahankan penilaian mereka. Sementara penonton sendiri memberikan reaksi beragam, baik dengan tepuk tangan dan teriakan mencemooh. Walaupun yang bertepuk tangan lebih banyak, namun sepertinya lebih karena kehadiran Ibsen dibandingkan pertunjukkan itu sendiri.

Dalam waktu singkat, cerita ini dipentaskan di beberapa teater:
- Suomalainen Teaatteri (Teater Finlandia) di Helsinki (4 Februari)
- Svenska Teatern di Helsinki (6 Februari)
- Lessing-Theater di Berlin (10 Februari)
- Svenska Teatern di Stockholm (19 Februari)
- Teater Det Kongelige (Royal) di Copenhagen (25 Februari)
- Teater Christiania di Christiania (26 Februari)
- Kelompok teater August Lindberg di Gothenburg (30 Maret)
- Teater Vaudeville di London (20 April)

No comments: